Alice in Wonderland is an upcoming fantasy-adventure film directed by Tim Burton. It is an extension to the Lewis Carroll novels Alice’s Adventures in Wonderland and Through the Looking-Glass. The film will use a [...]

Jennifer’s Body is a 2009 black comedy horror film written by Diablo Cody and directed by Karyn Kusama. The film stars Megan Fox, Amanda Seyfried, Adam Brody and Johnny Simmons and portrays a newly [...]

Sherlock Holmes is a 2009 film adaptation of Arthur Conan Doyle’s fictional character of the same name. The film was directed by Guy Ritchie and produced by Joel Silver, Lionel Wigram, Susan [...]

The Imaginarium of Doctor Parnassus is a 2009 fantasy film directed by Terry Gilliam and written by Gilliam and Charles McKeown. The film follows the leader of a travelling theatre troupe who, having made a deal [...]

Alice in Wonderland Movie Poster Megan Fox in Jennifer’s Body Sherlock Holmes Nominated for Golden Globe The Imaginarium of Doctor Parnassus

My Action

成功を期待!Seikō o kitai!

Ketika Speedi-Lube membuka kesempatan di Seattle, Wahington, Speedi-Lube menjadi salah satu dari perusahaan pertama yang menawarkan jasa pergantian oli dan pelumas dalam waktu 10 menit. Sekarang, sudah ada ribuan outlet namun dengan konsep yang baru. Pemikiran/ ide yang ada memberikan jasa alternatif untuk mengganti pelumas dengan hanya waktu 10 menit saja. Karena konsep ini tidak dipahami oleh pelanggan pada saat itu, maka Speedi-Lube perlu untuk mengkomunikasikan dan memposisikan jasa secara jelas sehingga pelanggan akan memiliki bentuk harapan yang akurat. Dan karena pemeliharaan mobil bersifat intangible dan pelanggan tidak benar-benar mengerti terhadap apa yang telah dilakukan pada mobil mereka, maka Speedi-Lube perlu secara nyata memberikan bukti fisik untuk mengkomunikasikan konsep sebelum, selama, dan setelah penjualan. Contohnya Speedi-Lube membuat papan reklame (billboard) dengan dasar biru dan tulisan putih: SPEEDI-LUBE, 10 MENIT SAJA, TANPA PENGANGKATAN, BUKA 7 HARI, JAM 9-6. Dan dari serangkaian bukti fisik yang dilakukan Speedi-Lube terhadap pelanggannya adalah memberikan daftar perincian jasa penyediaan peggantian pelumas. Sebagai sentuhan terakhir karyawan Speedi-Lube akan mengunci katup pelumas dan memastikan semua baik, serta Speedi-Lube akan memberikan saran pengingat untuk mengganti oli tiga bulan kemudian.


BUKTI FISIK
Apa itu bukti fisik?
 Karena jasa tidak dapat terlihat atau bersifat intangible, pelanggan sering kali mengandalkan isyarat nyata (tangible cues), atau bukti fisik (physical evidence) dalam mengevaluasi jasa sebelum membelinya dan memperkirakan kepuasan mereka terhadap jasa selama dan setelah mengkonsumsi jasa tersebut. Desain yang efektif dari fisik, ataupun bukti nyata sangatlah penting, unsur dasar bukti fisik terdiri dari seluruh aspek fasilitas fisik organisasi (servicescape). Unsur dari servicescape yang mempengaruhi pelanggan terdiri dari dua hal, yaitu ciri bagian luar (eksterior) seperti signage, tempat parkir, pemandangan, dan ciri bagian dalam (interior) seperti desain, tata ruang, peralatan, dan dekorasi/ hiasan. Secara garis besar bukti fisik meliputi fasilitas fisik organisasi dan bentuk-bentuk komunikasi fisik lainnya yang dapat dilihat pada tabel 11.1
tabel 11.1 Elemen-Elemen Physical Evidence
Servicescape
Komunikasi fisik lainnya
Eksterior fasilitas jasa
  Desain eksterior
  Signage
  Tempat parkir
  Lingkungan sekitar
Interior fasilitas jasa
  Desain interior
  Peralatan
  Signage
  Tata letak
  Kualitas udara/ temperatur
Kartu bisnis/ kartu nama
Alat tulis
Rekening tagihan
Laporan
Busana karyawan
Seragam
Brosur
Situs Internet
Virtual servicescape

Bagaimana bukti fisik mempengaruhi pengalaman pelanggan?
Bukti fisik, terutama sekali servicescape, memiliki pengaruh yang besar dalam pengalaman pelanggan, hal ini benar entah itu pengalaman biasa (seperti pengalaman naik bis, menggunakan kereta api bawah tanah), momen pribadi yang berarti (seperti pengalaman menikah di gereja, ruang bersalin di rumah sakit), atau hal yang luar biasa (perjalanan petualangan selama seminggu). Pada semua kasus, bukti fisik dari jasa akan mempengaruhi pengalaman, pelanggan mengaitkan ini dengan kepuasan, hubungan emosional dengan penyampaian pengalaman perusahaan.

Source : http://pemasaranjasa.blogspot.com/2008/12/makalah-kelompok-7.html

Karyawan pertanian organik: profesi baru

Senin 19 Juli 2010

Image Dengan pembangunan pertanian, menciptakan lapangan kerja baru. Begitu pula dengan pertanian organik. Hal ini dalam bentuk manajemen permintaan tenaga kerja manual adalah pengalaman, di samping itu, karyawan harus memiliki paling profesional yang luas.
Dan sehingga pekerjaan baru akan meningkatkan permintaan bagi pemasar produk organik, spesialis dalam produksi tanaman organik, menyadari metode ekologi pemupukan, perlindungan tanaman organik, sistem tumbuh organik.

Ekologi Peternakan membutuhkan pengetahuan khusus dokter hewan, pengetahuan tentang pengobatan dengan herbal, dopierania pakan organik yang cukup, perawatan untuk kesehatan dan kesejahteraan. Hal ini juga transportasi yang tepat penting dari hewan, mengurangi stres dan penderitaan.

Pertanian organik juga memberikan banyak peluang bagi para profesional di bidang perbankan, pemasaran, konsultasi keuangan, penasihat, logistik, konstruksi, pedesaan, wisata pedesaan.

Source : http://rolnicy.com/id/ekologia/pracownik-gospodarstwa-ekologicznego:-nowy-zawod-2010.html

Teknisi umumnya adalah seseorang yang menguasai bidang teknologi tertentu yang lebih banyak memahami teori bidang tersebut, seperti insinyur. Umumnya mereka lebih menguasai teknik dibandingkan layperson rata-rata, atau malah profesional dalam bidang itu. Pemahaman tingkat menengah atas teori dan teknik tingkat tinggi umumnya dikuasai oleh teknisi untuk menjadi ahli dalam hal peralatan tertentu. Ini bisa menjadi bagian proses (manufaktur) yang lebih besar. Karena itu, teknisi audio, bila tak seterlatih di bidang akustik sebagai fisikawan maupun teknisi akustik, umumnya tau lebih banyak daripada personel studio lainnya, termasuk pelakon, dan bisa mengoperasikan peralatan suara dengan lebih baik. Teknisi bila dikelompokkan sebagai pekerja terlatih maupun pekerja setengah terlatih.
Teknisi bisa ditemukan di sejumlah bidang, dan biasanya memiliki gelar pekerjaan dengan predikat 'teknisi' menyusul kategori kerja yang lebih cocok. Kemudian, 'teknisi panggung' adalah pekerja yang menyediakan dukungan teknis menaruh lakon, sedangkan 'teknisi medis' adalah pekerja yang menyediakan bantuan teknis dalam bidang industri kedokteran maupun profesi medis.
Source :  http://id.wikipedia.org/wiki/Teknisi

GAYA KEPEMIMPINAN DAN PRODUKTIVITAS KERJA

Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya (ILO, 1979). Greenberg yang dikutip oleh Sinungan (1985) mengartikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.
Pentingnya produktivitas kerja mencakup banyak hal, dimulai dari produktivitas tenaga kerja, produktivitas organisasi, produktivitas modal, produktivitas pemasaran, produktivitas produksi, produktivitas keuangan dan produktivitas produk. Pada tahap awal revolusi industri di negara-negara Eropah, perhatian lebih banyak tertuju pada bidang produktivitas tenaga kerja, produktivitas produksi dan produktivitas pemasaran. Sedangkan di negara Jepang, perhatian peningkatan produktivitas tertuju pada produktivitas tenaga kerja dan produktivitas organisasi, sehingga keharmonisan kepentingan buruh dan majikan dipelihara dengan baik.
Riggs (dalam Prisma. 1986:5) menyatakan ada 3 tahapan penting yang perlu ditempuh untuk mensukseskan gerakan produktivitas, yaitu dengan ringkasan A-I-M (Awareness, Improvement, dan Maintanence). Indonesia, pada saat ini masih pada tahap Awareness, belum mencapai Inprovement dan Maintanance. Untuk sampai pada tahap Improvement dan Maintanance banyak cara yang ditempuh, diantaranya dengan meningkatkan produktivitas total, yang terdiri dari (a). Tingkat ekonomi makro; (b). Tingkat sektor lapangan usaha; (c). Tingkat unit organisasi secara individual dan; (d). Tingkat manusia secara individual. Simanjuntak (1983) menyatakan bahwa produktivitas dipengaruhi oleh faktor yang bersumber dari individu itu sendiri, lingkungan sosial pekerjaan, dan faktor yang berhubungan dengan kondisi pekerjaan. Batu Bara (1989) menyatakan bahwa produktivitas itu dipengaruhi oleh motivasi dan atos kerja, Keterampilan dan kualitas tenaga kerja, pengupahan dan jaminan sosial.
Sedangkan kepemimpinana memainkan peranan yang amat penting, bahkan dapat dikatakan amat menentukan dalam usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pimpinan membutuhkan orang lain, yaitu bawahan untuk melaksanakan secara langsung tugas-tugas, di samping memerlukan sarana dan prasarana lainnya. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang mampu menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan usaha dan iklim yang kondusif di dalam kehidupan organisasional.
Bennis (dalam Kartono, 1982) memberi batasan kepemimpinan sebagai “… the process by which an agent induces a subordinate to behave in a desired manner” (proses yang digunakan seorang pejabat menggerakkan bawahannya untuk berlaku sesuai dengan cara yang diharapkan). Dari defenisi di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimplnan adalah merupakan proses mempengaruhi atau menggerakkan bawahan (followers) agar mau melaksanakan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh pimpinan tersebut. Oleh karena pentingnya peranan kepemimpinan di dalam kehidupan organisasional, ada pakar yang menyebut bahwa “Leadership is getting things done by the others”.
Seorang pemimpin di dalam melaksanakan kepemimpinan haruslah memiliki kriteria-kriteria yang diharapkan, dalam arti seorang pemimpin harus memiliki kriteria yang lebih dari pada bawahannya misalnya jujur, adil, bertanggung jawab, loyal, energik, dan beberapa kriteria-kriteria lainnya. Kepemimpinan merupakan sebuah hubungan yang kompleks, oleh karena berhadapan dengan kondisi-kondisi ekonomi, nilai-nilai sosial dan pertimbangan politis.
GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan/pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja. Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional.
Dari beberapa gaya yang di tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini.
Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan/pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya.
Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas/tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas/tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka bawahan/pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat.
Selain itu ada beberapa jenis gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modern yaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard. (dalam Erika revida)
1. Gaya Kepemimpinan Kontinum
Gaya ini pertama sekali dikembangkan oleh Robert Tannenbaum dan warren Schmidt. Menurut kedua ahli ini ada dua bidang pengaruh yang ekstrim, yaitu:
1). Bidang pengaruh pimpinan (pemimpin lebih menggunakan otoritas)
2). Bidang pengaruh kebebasan bawahan. (Pemimpin lebih menekankan gaya demokratis)
2. Gaya Managerial Grid
Sesungguhnya, gaya managerial grid lebih menekankan kepada pendekatan dua aspek yaitu aspek produksi di satu pihak, dan orang-orang di pihak lain. Blake dan Mouton menghendaki bagaimana perhatian pemimpin terhadap produksi dan bawahannya (followers).
Dalam managerial grid, ada empat gaya yang ekstrim dan ada satu gaya yang berada di tengah-tengah gaya ekstrim tersebut,
a. Grid 1 manajer sedikit sekali memikirkan produksi yang harus dicapai. sedangkan juga sedikit perhatian terhadap orang-orang (followers) di dalam organisasinya. Dalam grid ini manajer hanya berfungsi sebagai perantara menyampaikan informasi dari atasan kepada bawahannya.
b.Grid 2 manajer mempunyai perhatian yang tinggi terhadap produksi yang akan dicapai juga terhadap orang-orang yang bekerja dengannya. Manajer seperti ini dapat dikatakan sebagai “manajer tim” yang riel (The real team manajer) karena ia mampu menyatukan antara kebutuhan-kebutuhan produksi dan kebutuhan orang-orang secara individu.
c. Grid 3 manajer memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap orang-orang dalam organisasi, tetapi perhatian terhadap produksi adalah rendah. Manajer seperti ini disebut sebagai “pemimpin club”. Gaya seperti ini lebih mengutamakan bagaimana menyenangkan hati bawahannya agar bawahannya dapat bekerja rileks, santai, bersahabat, tetapi tidak ada seorangpun yang berusaha untuk mencapai produktlvitas.
d.Grid 4. adalah manajer yang menggunakan gaya kepemimpinan yang otokratis (autrocratic task managers), karena manejer seperti ini lebih menekankan produksi yang harus dicapai organisasinya, baik melalui efisiensi atau efektivitas pelaksanaan kerja, tetapi tidak mempunyai atau sedikit mempuyai perhatian terhadap bawahan.
Pemimpin yang baik adalah lebih memperhatikan terhadap produksi yang akan dicapai maupun terhadap orang-orang. Grid seperti ini berusaha menyeimbangkan produksi yang akan dicapai dengan perhatian terhadap orang-orang, dalam arti tidak terlalu menyolok. Manajer seperti ini tidak terlalu menciptakan target produksi yang akan dicapai, tetapi juga tidak mempunyai perhatian yang tidak terlalu menyolok kepada orang-orang.
3. Tiga Dimensi dari Reddin
Menurut Reddin, ada jenis gaya yang barus diperhatikan yaitu gaya yang efektif dan gaya yang tidak efektif. Gaya kepemimpinan dari Reddin ini tidak terpengaruh kepada lingkungan sakitarnya.
Gaya yang efektif terdiri atas empat jenis, yaitu :
a. Eksekutif. Gaya ini mempunyai perhatian yang banyak terhadap tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Manajer seperti ini berfungsi sebagai motivator yang baik dan mau menetapkan produktivitas yang tinggi.
b. Pencinta Pengembangan (Developer). Pada gaya ini lebih mempunyai perhatian yang penuh terhadap hubungan kerja, sedangkan perhatian terhadap tugas-tugas pekerjaan adalah minim.
c. Otokratis yang baik. Gaya kepemimpinan ini menekankan perhatian yang maksimum terhadap pekerjaan (tugas-tugas) dan perhatian terhadap hubungan kerja yang minimum sekali, tetapi tetap berusaha agar menjaga perasaan bawahannya.
Gaya yang tidak efektif adalah sebagai berikut :
1). Pencinta Kompromi (Compromiser).
Gaya Kompromi ini menitikberatkan perhatian kepada tugas dan hubungan kerja berdasarkan situasi yang kompromi.
2). Missionari
Manajer seperti ini menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan, dalam arti memberikan perhatian yang besar dan maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja tetapi sedikit perhatian terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai.
3). Otokrat
Pemimpin tipe seperti ini memberikan perhatian yang banyak terhadap tugas dan sedikit perhatian terhadap hubungan kerja dengan perilaku yang tidak sesuai.
4). Lari dari tugas (Deserter)
Manajer yang memiliki gaya kepemipinan seperti ini sama sekali tidak memberikan perhatian, baik kepada tugas maupun hubung kerja.
4. Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Gaya ini diketengahkan oleh Hersey dan Blancard yang amat menarik untuk dipelajari.
Menurut gaya kepemimpinan situasional, ada tiga hal yang saling berhubungan yaitu:
a) Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
b) Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.
c) Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang di tunjukkan dalam melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu.
Pada dasarnya, konsepsi gaya kepemimpinan situasional menekankan kepada perilaku pimpinan dengan bawahan (followers) saja, yang dihubungkan dengan tingkat kematangan dan kesiapan bawahannya. Kematangan (maturity) dalam hal ini diartikan sebagai kemauan dan kemampuan dari bawahan (followers) untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilaku sendiri.
Menurut Hersey dan Blancard penemunya (1979) ada empat jenis tingkat kematangan bawahan (followers) yaitu :
a. Orang yang tidak mampu dan tidak mau atau tidak yakin (M1).
b. Orang yang tidak mampu tetapi mau (M2).
c. Orang yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin (M3).
d. Orang yang mampu dan mau atau yakin (M4).
Gaya kepemimpinan “Partisipasi” adalah gaya yang sesuai untuk tingkat kematangan Mampu akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab (M3)/tugas, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan mendukung usaha-usaha yang dilakukan para bawahan/pengikutnya.
Selanjutnya, untuk tingkat kematangan yang mampu dan mau/yakin (M4), maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “Delegasi”, karena orang/bawahan seperti ini adalah mampu melaksanakan tugas dan mau/yakin. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, Kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah.

Source : http://cokroaminoto.wordpress.com/2008/04/18/gaya-kepemimpinan-dan-produktivitas-kerja/

Tugas Struktural & Kultural
Tradisi yang umum berlaku di tempat kerja kerap kali mewajibkan kita untuk menjadi pengembang (developing others). Jika tugas ini tidak diberikan secara struktural, ia diberikan secara kultural. Pokoknya, semakin lama kita bekerja di suatu tempat, secara otomatis kita pasti punya tanggung jawab sebagai pengembang. Lebih-lebih jika jabatan kita naik, misalnya dari staff biasa ke supervisor lalu ke manajer.
Sebuah lembaga konsultan ternama di Jakarta mencoba mengkelompokkan sejumlah kemampuan (kompetensi) yang perlu dimiliki oleh seorang pekerja, dari mulai level bawahan (kayawan biasa) sampai ke level atasan (supervisor dan manajerial). Hasilnya bisa Anda lihat di bawah ini:
Kompetensi Tingkat Karyawan
(Bawahan)
Kompetensi Tingkat Atasan
(Supervisor & Manajer)
Mencari informasi & belajar
Fleksibilitas
Fleksibilitas
Skill  manajerial, profesional dan teknikal
Pelayanan pelanggan
Perhatian terhadap tugas
Teamwork
Interpersonal
Motivasi yang bagus
Teamwork
Membangun relasi
Mengembangkan orang lain
Mengontrol emosi (self-control)
Komitmen organisasi
Jika disimpulkan, tugas kita pertama kali adalah mengembangkan diri sendiri dengan fasilitas dan resource yang bisa kita gunakan. Setelah hasilnya terbukti, barulah kita punya tugas untuk mengembangkan orang lain. Jika kita kurang bagus menjalankan tugas yang pertama, akibatnya kita pun tidak bisa menjalankan tugas kedua dengan bagus. Memang, pengembangan orang lain itu ada ruang lingkupnya, tergantung kemampuan. Ada yang hanya bisa mengembangkan untuk sedikit orang (individu) dan ada yang sudah sanggup mengembangkan banyak orang (kelompok).
Dalam konsep pengembangan kompetensi, mengembangkan orang lain itu termasuk kompetensi. Dikatakan kompetensi, berarti bukan watak bawaan, melainkan sebuah kualitas di dalam diri yang baru sebagai hasil dari bentukan atau usaha. Artinya, tidak terlalu tepat kalau jabatan kita naik atau peranan kita mulai diakui, namun kita berkesimpulan tidak punya bakat atau bawaan untuk mengembangkan orang lain. Punya atau tidak punya, ini perlu kita lakukan dan perlu kita pelajari.
Secara kompetensi ditemukan ada beberapa ciri khas yang menandai apakah seseorang itu punya kompetensi bagus di sini atau tidak. Sebagai acuan, Anda bisa melihat seperti apa ciri-ciri orang yang punya kompetensi bagus di sini di bawah ini:
  1. Mengekspresikan harapan positif atas orang-orang yang dikembangkan
  2. Punya model keyakinan dan penilaian bahwa orang-orang yang dikembangkannya memiliki motivasi dan kemauan untuk belajar
  3. Memberikan arahan atau mendemontrasikan alasan-alasan rasional sebagai strategi pengembangan
  4. Memberikan feedback negatif hanya pada tindakan, bukan pada orangnya, lalu memberikan arahan untuk menampilkan kinerja yang lebih bagus di masa mendatang (koreksi dan improvisasi)
  5. Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan atau training berdasarkan penilaian yang akurat untuk mewujudkan proses pengembangan yang lebih klop antara kebutuhan, kemampuan, dan keadaan
Sebaliknya, seseorang yang belum bagus kompetensinya di sini mungkin akan lebih sering mengekspresikan harapan negatif (misalnya pesimis tarhadap perkembangan orang lain), suka bikin kesimpulan yang mematikan atau selalu menuding 'muridnya' sebagai sumber masalah, atau kurang peduli apakah metode dan materinya cocok atau tidak. Mungkin sering juga ngambek sama orangnya dan tidak memberikan pengarahan untuk bisa lebih baik.
"Yang kurang dari manusia itu bukan kapasitasnya, melainkan bimbingannya"
(Jim Rohn)

Hukuman Dalam Pengembangan

Apa hubungan antara pengembangan dan hukuman? Pengembangan di dunia kerja itu bermacam-macam: ada yang untuk mengembangkan kapasitas mental, moral, dan keahlian kerja. Secara suara hati, semua orang sebetulnya sangat senang mendapatkan sentuhan-sentuhan pengembangan dari orang lain (atasannya). Tetapi, karena di dalam diri setiap orang itu ada nafsunya, kepentingan-pribadinya, dan level kesadaran yang tidak sama, makanya mungkin saja proses pengembangan itu tidak terjadi seperti yang diharapkan. Bisa juga penyimpangan itu muncul dari si pengembangnya.
Ketika penyimpangan itu muncul, ada sebagian orang yang senang melirik cara pengembangan dengan memberikan hukuman. Dari yang umum diterapkan di dunia kerja, hukumannya itu ada yang administratif dan ada yang mental. Contoh hukuman adminsitratif itu misalnya pemotongan gaji, pembatalan kenaikan jabatan, dan sampai pemecatan. Sedangkan hukuman mental itu banyak macamnya, misalnya saja: de-jobbing, distrust, penugasan yang berlebihan, dan lain-lain.
Kalau kita lihat ke prakteknya, hukum-menghukum di dunia kerja itu relatif kurang menonjol dibanding dengan misalnya di dunia pendidikan atau keluarga. Ini karena di setiap kantor itu sudah punya peraturan tak tertulis yang kira-kira bunyinya adalah: "Anak-anak tidak boleh bekerja di kantor". Kenapa relevansinya ke anak-anak? Oh ya. Secara kesadaran, hukuman itu hanya pas diberlakukan kepada orang yang motif kesadarannya masih didominasi oleh ancaman faktor eksternal.
Jika kita hari ini sedang diberi tanggung jawab untuk mengembangkan bawahan, sah-sah saja hukuman itu kita terapkan sejauh memang ada alasan yang cukup kuat. Cuma, apapun alasannya, hukuman itu harus kita pahami bukan sebagai tujuan, melainkan alat untuk mencapai tujuan. Jadi, kita perlu menghindari keinginan menghukum, tetapi tujuannya hanya untuk menghukum (sebagai balas dendan, sentimen pribadi, pelampiasan kejengkelan, dst). Karena itu, sebelum hukuman itu diberlakukan, tujuannya harus kita clear-kan dulu. Setelah tujuan clear, barulah kita bisa berpikir apakah cara demikian ini cocok atau tidak. Sekedar sebagai acuan untuk meng-clear-kan tujuan itu, kita bisa mengacu ke pilihan-pilihan di bawah ini:
  • Hukuman untuk memenuhi standar / target
  • Hukuman untuk menaikkan kesadaran moral atau mental
  • Hukuman untuk meluruskan penyimpangan
  • Hukuman untuk menghentikan pelanggaran
  • Hukuman untuk melakukan perbaikan
  • Hukuman untuk melakukan pencegahan
  • Hukuman untuk memberikan pelajaran bagi orang lain
  • Dan lain-lain
Intinya, tujuan itu bisa berupa set of conduct (seperangkat tindakan perbaikan yang harus dilakukan) atau set of result (seperangkat target atau sasaran yang harus dihasilkan). Idealnya, tujuan itu perlu kita desain supaya lebih spesifik dalam arti jelas sasarannya. Kemudian juga perlu diusahakan rasional dalam arti bisa dijalankan, dan membawa perbaikan, entah itu untuk jangka pendek atau jangka panjang, entah itu untuk dirinya saja atau untuk dirinya dan orang banyak.
Dalam beberapa kasus yang kerap muncul di lapangan, ada sebagian orang yang menggunakan teknik de-jobbing untuk menghukum. Misalnya saja kita membiarkan si A itu masuk kerja biasa, tetap menerima gaji bulanan dan hak-haknya sebagai karyawan, tetapi kita tidak memberikan pekerjaan, bimbingan, teguran, atau tugas yang semestinya. Sebagian orang merasakan ini termasuk hukuman mental yang berat, tetapi ada juga yang tidak merasakan seperti itu.
Efektifkan de-jobbing yang kita praktekkan seperti itu? Ini tergantung. Tetapi, secara akal-dasar, praktek demikian telah merugikan organisasi karena harus tetap mengeluarkan cost. Kemudian, jika orangnya tidak bisa menangkap tujuannya, ini juga akan menjadi problem tersendiri. Si orang itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan apa yang hindari. Dipikir-pikir kita sendiri juga rugi. Kenapa? Karena dengan menerapkan cara seperti itu, kita menyembunyikan catatan hitam tentang seseorang. Secara perasaan, ini bisa membuat kita tidak bisa "flow". Karena itu ada yang mengatakan bahwa teknik semacam itu kurang 'gentle'. Lain soal kalau tujuannya sudah dipahami dan itu kita terapkan untuk masa tertentu, untuk menguji efek tertentu, dan kita tidak terbawa larut / tetap bisa objektif.
"Punish the response, not the people.
People are rewarded and responses are reinforced"
(Psychology & Life, 1979)

Panduan Umum Dalam Menerapkan Hukuman
Kalau membaca nasehat beberapa ahli, di bawah ini adalah sebagian dari sekian panduan yang bisa kita ikuti:
Pertama, sesuaikan dengan orangnya. Ada orang yang cocoknya memang perlu dihukum dengan tegas dan keras tetapi ada yang tidak. Kitalah yang perlu tahu siapa dia. Bahkan terkadang perlu melihat kondisinya saat itu juga. Bisa dibayangkan kalau ada seseorang yang sedang stress berat memikirkan masalah keluarganya, tetapi di kantor dia mendapatkan hukuman yang berat. Kalau dia agresif, dia akan melawan atau temparemennya muncul. Sebaliknya, kalau dia pasif, dia akan down.
Kedua, sesuaikan dengan bobot kesalahanya. "Jangan mengusir lalat dengan pistol". Ini filosofi dasarnya. Artinya adalah, jangan memberi hukuman berat untuk masalah kecil. Sebaliknya juga begitu. Jangan memberi hukuman kecil untuk masalah besar. Intinya perlu diproporsionalkan. Yang perlu kita hindari adalah pilih kasih untuk alasan-alasan yang sangat subyektif. Misalnya saja kita tidak menghukum seseorang yang mestinya pantas dihukum atau memberi hukuman ke orang yang belum pantas diberi hukuman seberat itu. Ini bisa menimbulkan demotivasi kerja atau menurunkan loyalitas orang-orang yang loyal.
Ketiga, spesifikkan. Ini untuk menghindari subyektivitas pribadi atau sentimen. Beri hukuman yang spesifik untuk respon atau tindakan yang spesifik dan dalam waktu yang spesifik. Lain soal kalau kasusnya atau kesalahannya sudah tidak bisa ditolerir lagi berdasarkan nilai-nilai yang dianut organisasi. Penjelasan soal waktu tidak diperlukan lagi. Manfaatnya adalah, jika hukuman itu clear sebab-sebabnya, kapannya, dan bentuknya, maka ini memudahkan orang lain untuk menjadikannya sebagai pedoman. Ini juga bisa memudahkan kita. Dengan standar yang jelas, pengawasan bisa kita delegasikan. Tapi kalau standarnya itu mood sesaat, kita harus menjadi polisi setiap saat.
Keempat, ikuti dengan penjelasan. Memberi penjelasan itu sangat dibutuhkan. Bisa kita lakukan sebelum atau sesudahnya. Kenapa ini diperlukan? Jika hukuman itu kita maksudkan untuk perubahan ke arah yang lebih baik, tentunya butuh juga pengetahuan baru, pemahaman baru, atau masukan baru. Bisa juga dilakukan dengan menggunakan story-telling: kita menceritakan riwayat hidup kita atau riwayat hidup orang lain yang sesuai dengan nilai-nilai yang kita sampaikan. Kalau kita tidak bisa menyampaikannya dengan baik, kita bisa meminta tolong ke pihak ketiga. Bisa juga kita mengikutsertakannya ke program training di luar untuk persoalan-persoalan yang relevan.
Kelima, jangan parsial. Ini agar tidak terjadi praktek hukum untuk menghukum demi egoisme pribadi, seperti yang terjadi pada sebuah perguruan tinggi yang banyak dibicarakan orang. Artinya, hukuman itu perlu kita sejalankan dengan semangat, nafas, dan tujuan-tujuan organisasi.
Keenam, tunjukkan nilai-nilai yang perlu diacu, bukan unjuk-diri. Kalau yang kita unggulkan itu ego pribadi, biasanya yang muncul adalah konflik. Tapi kalau nilai, biasanya yang akan muncul adalah kesadaran. Unjuk diri itu misalnya kita mengatakan bahwa tindakan si A itu kita hukum karena tindakan itu adalah tindakan yang paling tidak kita sukai. Di sini yang muncul adalah saya suka atau saya benci. Padahal kita bisa mengatakan bahwa tindakan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai tertentu.
Ketujuh, kendalikan emosi. Bisa jadi kesalahan orang lain itu sempat membikin kita marah. Tetapi, ketika kita menghukum untuk tujuan perbaikan, jangan sampai menghukum dalam keadaan marah yang berlebihan, apalagi sampai menyinggung masalah pribadi. Ini bisa membuka perdebatan yang tidak ada solusinya. Mengontrol emosi artinya kita mengetahui kapan marah, kenapa marah, untuk apa marah, dan kapan menghentikan marah.
Itulah beberapa saran yang bisa kita pilih sebagai acuan. Sisanya perlu kita sesuaikan dengan keadaan di lapangan. Satu hal lagi yang penting adalah jangan sampai salah sasaran. Makanya ada petuah yang mengajarkan bahwa lebih baik kita tidak menghukum orang yang salah karena keteledoran kita ketimbang kita menghukum orang yang tidak salah karena kegagabahan kita.
"Hukuman yang paling berat adalah kesadaran seseorang atas perbuatannya"
(Seneca)

Source : http://www.e-psikologi.com/epsi/industri_detail.asp?id=514

Bukan merupakan hal yang mudah menemukan karyawan bertalenta (talent people) di perusahaan. Banyak organisasi atau bagian SDM menggunakan alat assesment tools / psychometric / talent questionnaire dan berbagai macam lainnya untuk menilai karyawan yang memiliki talenta.  Tanpa bermaksud meremehkan, terkadang jika menggunakan teknik assessment yang tidak disosialisasikan dengan benar, dapat menimbulkan respons kurang baik dari karyawan.
Ada cara yang lebih efektif dibandingkan yang sudah dikemukakan diatas. Anda bisa mengamati, memperhatikan dan melihat sikap dan perilaku karyawan. Tentunya, jangan lupa melihat impact dari sikap dan perilaku karyawan tersebut. Disini kita akan mencoba mengenal bagaimana membedakan karyawan yang bertalenta (talent-people)dengan karyawan berpengetahuan (knowledge-worker).
  1. Karyawan bertalenta membuat dan merumuskan aturan (breaking the rule) sedangkan karyawan berpengetahuan menegakkan aturan. Karyawan dengan talenta tinggi tidak segan-segan untuk membuat dan merumuskan aturan yang mampu meningkatkan kinerja. Hambatan struktur, proses maupun prosedur, menggugah karyawan bertalenta untuk mengubah aturan agar dapat meraih sasaran yang diinginkan. Ketika Edward Deming pada tahun 1950 an mengajak perusahaan amerika untuk memperhatikan aspek manajemen kualitas, tidak ada satupun yang tergugah, karena masih fokus pada aspek produktifitas. Namun perusahaan jepang melihat manfaat nyata dari apa yang ditawarkan Deming, dan memberi kesempatan Deming di jepang untuk menerapkannya. Walhasil, di tahun 1970 an, kualitas produk jepang sudah menyamai kualitas produk barat bahkan dengan harga lebih kompetitif. Sampai dengan tahun 1980 an, barulah perusahaan-perusahaan amerika tersadar sehingga mereka pun mendengarkan saran Deming. Edward Deming adalah contoh terbaik talent people  tangguh untuk merubah aturan yang sudah ‘pakem’ di kalangan industriawan.
  2. Karyawan bertalenta memulai dan membuat perubahan, sedangkan karyawan berpengetahuan mendukung perubahan. 
  3. Karyawan bertalenta menciptakan kreatifitas, sedangkan karyawan berpengetahuan menjalankan kreatifitas. Karyawan talenta seringkali menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya didalam unit atau organisasinya. Mereka memberikan data, saran dan kreatif membentuk hal baru yang penting dan mengubah ke arah yang lebih baik.
  4. Karyawan bertalenta menciptakan inovasi, sedangkan karyawan berpengetahuan senang belajar. Steve Jobs, pendiri dan CEO Apple yang pernah dipecat Apple lalu mendirikan perusahaan Pixar (pembuat film kartun Finding Nemo), kemudian ditarik kembali CEO Apple, merupakan orang yang tidak putus menciptakan inovasi. Bahkan, pengetahuannya dalam digital entertainment semasa di luar Apple, membawanya untuk menciptakan inovasi produk (Mac, iPod, iTunes, iPhone , etc) yang mengangkat Apple ke masa yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Tak heran, pria yang senang berpakaian casual ini dijuluki “the most influential business leader” oleh USA today.
  5. Karyawan bertalenta mengarahkan karyawan, sedangkan karyawan berpengetahuan menerima arahan.
  6. Karyawan bertalenta memberi inspirasi dan memotivasi karyawan, sedangkan karywan berpengetahuan menerima informasi.
Jika dalam pengamatan anda menemukan ciri-ciri karyawan seperti diatas, maka mungkin anda sedang melihat ‘berlian’ yang belum terasah di tempat anda. Anda dapat mengasahnya menjadi berlian yang berkilau melalui penciptaan sistem, lingkungan, sasaran kerja dan budaya yang tepat.

Source : http://ilmusdm.wordpress.com/2007/12/07/mengenal-ciri-ciri-karyawan-bertalenta-talent-people/

Dunia penyiaran Indonesia, khususnya pertelevisian, mengalami perkembangan pesat sejak tahun 1990-an. Perkembangan industri penyiaran tersebut, juga diiringi dengan tuntutan akan tersedianya sumber daya manusia yang andal di bidangnya. Untuk menciptakan tenaga-tenaga andal dan profesional di dunia penyiaran, maka selayaknya ilmu broadcasting atau penyiaran senantiasa diperbaharui dari waktu ke waktu dan juga diperlukan wahana praktek bagi para peminat dunia penyiaran tersebut.
Setelah sukses dengan Broadcaster Award # 1 (BA 1) tahun 2009 lalu, tahun ini pun IKOM Radio 107,7 FM yang bernaung di Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali menggelar ajang yang sama, yaitu Broadcaster Award # 2 pada 29 April hingga 1 Mei 2010 mendatang. Menurut Budi Artha, Ketua Panitia Penyelenggara, BA adalah sebuah kompetisi bagi para broadcaster atau penyiar yang masih berstatus sebagai pelajar SMA sederajat untuk menjawab kebutuhan akan sarana pengembangan diri bagi calon-calon broadcaster masa depan.
Selain itu, kegiatan ini diadakan untuk mengenalkan lebih jauh tentang dunia penyiaran ke[ada para pelajar, sekaligus untuk mencari bibit-bibit unggul tenaga profesional. BA # 2 ini diselenggarakan sebagai ajang adu bakat para broadcaster muda melalui lima kategori perlombaan, yaitu penyiar radio, news reader atau pembaca berita, reporter, penulisan naskah ILM (iklan layanan masyarakat), dan presenter infotainmen.
“Untuk tahun ini, BA bertemakan “Explore Your Creativity, Mencerminkan Pencapaian Dunia Komunikasi yang Unik, Asyik, dan Penuh Kreatifitas” yang merupakan cerminan dari tagline atau slogan Ikom Radio sendiri. Tahun ini, cakupan peserta meluas ke area Jawa Tengah, berbeda dari penyelenggaraan BA 1 yang hanya diikuti oleh peserta dari DIY saja,” tutur mahasiswa Ilmu Komunikasi UMY ini.
Kompetisi yang berhadiah total 4 juta rupiah ini terbuka untuk diikuti oleh semua siswa SMA sederajat. Pendaftaran peserta langsung ke IKOM Radio 107,7 FM di Gedung Ki Bagus Hadikusumo lantai 2 FISIPOL UMY, Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul 55183 sampai 27 April 2010. Informasi lengkap dan formulir pendaftaran bisa didapatkan di www.ikomradio.blogspot.com.
Acara yang akan berlangsung selama tiga hari ini seluruhnya diadakan di Kampus Terpadu UMY. Pada hari pertama, semua peserta akan dibekali dengan workshop dan beauty class sebagai modal awal sebagai seorang broadcaster. Lalu di hari kedua, para peserta akan berkompetisi sesuai kategorinya, dan di hari ketiga para finalis akan diadu untuk menentukan siapa yang terbaik. BA # 2 ini juga akan dimeriahkan oleh penampilan live band. “Diharapkan dengan adanya ajang semacam ini, di masa depan akan lahir penyiar, presenter, penuiis naskah, dan tenaga-tenaga dunia penyiaran lain yang benar-benar andal dan profesional,” ujar Budi.

Source : http://www.umy.ac.id/dunia-penyiaran-butuh-tenaga-andal-dan-profesional.html

02:50, 29/01/2010

Tenaga Profesional Indonesia Makin DiminatiTenaga Profesional Indonesia Makin Diminati
Terkendala Penguasaan Bahasa di Luar Negeri
JAKARTA- Persoalan bahasa menjadi kendala bagi tenaga profesional Indonesia untuk bekerja di luar negeri. Sekira 90 persen tenaga profesional Indonesia gagal mengisi lowongan kerja di perusahaan luar negeri.
Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus M Yamani, umumnya perusahaan di luar negeri mensyaratkan calon tenaga kerja profesiobal lolos ujian kemampuan berbahasa Inggris atau Test of English as a Foreign Language (TOEFL) dengan nilai 500, namun kemampuan rata rata yang bisa dipenuhi hanya berkisar antara 100-200. “Tenaga profesional yang mendapat tempat di luar negeri hanya 10 persen dari potensi yang ada, akibat terhambat masalah bahasa,” kata Yunus, Selasa (26/1) lalu.
Akibat kendala berbahasa Inggris tersebut, jelasnya, pernah sampai menyebabkan permintaan Australia terhadap ribuan tenaga profesional Indonesia, seperti dokter dan insinyur, tidak dapat terpenuhi.
Himsataki meyakini, pemerintah mengetahui kendala para tenaga profesional yang tidak kalah kemampuannya dalam segi teknis dengan sarjana jebolan universitas negara maju, tapi berpura-pura tidak tahu.
“Tenaga profesional harus mendapat dukungan dari pemerintah, misal membantu perusahaan penyalur TKI yang mendapat order dari luar negeri, yaitu dengan cara memberikan bantuan tambahan pendidikan bahasa,” kata Yunus.
Menurut dia, saat ini sejumlah negara memang tertarik merekrut tenaga kerja profesional Indonesia karena dinilai memiliki tipikal murah senyum, tidak brutal, mudah diajarkan, dan sopan santun. Karakter itu mengungguli tenaga kerja dari Cina, Vietnam, dan Filipina.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Marti M Natalegawa mengharapkan, tenaga profesional di dalam negeri meningkatkan ketrampilannya, menyusul makin banyaknya perusahaan di negara lain yang melirik pekerja ahli dari Indonesia.
Saat ini tenaga profesional Indonesia, kata Menlu, banyak bekerja di sejumlah negara di Eropa dan Hong Kong. Sementara bidang keahlian yang paling diminati adalah perminyakan, permesinan, dan perhotelan. (net/jpnn)
perawat
[ketgambar]PERAWAT: Sejumlah perawat asal Indonesia akan diberangkatkan ke luar negeri untuk dipekerjakan sebagai tenaga medis. // jpnn.

Source : http://www.hariansumutpos.com/2010/01/28334/tenaga-profesional-indonesia-makin-diminati.html

Hobi yang Jadi Profesi
Juru masak atau Koki (chef) kini tak lagi didominasi wanita. Kaum pria pun banyak memilih profesi yang berurusan dengan dapur itu. Bila ditekuni dan dijalani secara profesional, koki bisa menjadi pilihan pekerjaan yang menjanjikan.
Sekecil apapun hobi, asalkan ditekuni dengan serius akan bermanfaat. Salah satunya memasak. Dulu mungkin kita sedikit tabu melihat pria memasak. Karena, memang, pekerjaan dapur itu lebih identik dengan wanita. Tapi, sekarang sudah tidak heran lagi melihat pria menjadi juru masak atau koki.
Bahkan, di hotel-hotel berbintang dan restaurant, sebagian besar kokinya adalah kaum adam.  Di Hotel Abadi Suite Kota Jambi misalnya. Semua koki di hotel bintang lima ini adalah pria. Salah satunya Chef Rudi  Rustandi.
Pria kelahiran Bandung ini sudah menggeluti dunia memasak selama 19 tahun. “Sejak tamat sekolah perhotelan tahun 1990,”ujarnya saat ditemui Jambi Independent di Abadi Suite, Kamis (23/7).
Ia sendiri awalnya tidak pernah bermimipi bakal menggeluti profesi koki. Namun, setelah 19 tahun menjadi koki, profesinya kini tidak lagi menjadi sekedar hobi, tapi sudah menjadi pekerjaaan rutinitas. Hampir separuh waktunya dihabiskan di dapur. “Karena sudah hobi, jadi menyenangkan,”kata ayah dua anak ini.
Karena profesinya ini pula, Rudi bisa keliling Kota atau daerah di Indonesia dan luar negeri.  Sebelum di Jambi (Abadi Suite,Red), dia pernah bekerja di beberapa daerah di Indonesia. Ia juga pernah menjadi koki di Brunei Darussalam. Makanya, ia sangat mahir dengan menu Asean.
Tak jauh berbeda dengan Rudi, M Subhan, Demichef Hotel Novotel Jambi juga mengaku sangat menyukai pekerjaannya. Ia sendiri mengaku tidak memiliki pendidikan khusus soal memasak. Namun, bekerja di dapur hotel banyak memberinya pelajaran memasak. “Saya bekerja di Novotel sejak tahun 1996. Awalnya di dapur saja,”ujarnya saat ditemui di Hotel Novotel, Kamis (23/7).
Lantaran sudah hobi, Subhan cepat beradaptasi dan belajar dari chef yang sudah berpengalaman yang didatangkan dari Jakarta.  Berkat keuletan dan ketekunannya, Ia pun didaulat jadi demichef sejah tahun 1998 hingga sekarang. “Awalnya diperhatikan saja, dicatat. Kalau sekarang sudah mencoba bermodifikasi,”ujarnya.
Pria lain yang memilih profesi koki adalah Dodi Taufik. Menurut Chef  Ratu Hotel ini, menjadi seorang koki tidak harus berlatar pendidikan boga atau memasak. Kebanyakan pria menekuni profesi itu karena pengalaman dan kesukaannya (hobi) terhadap dunia masak memasak.
Dodi sendiri memilih menjadi koki karena kesukaannya terhadap dunia kuliner. ‘’Pada umumnya mereka yang berprofesi sebagai chef itu suka memasak,’’ katanya.
"Sesuatu yang kita sukai, pasti akan kita kerjakan dengan ilklas. Rahasia memasak adalah keiklasan. Kenapa masakan ibu kita enak ? Itu karena keiklasannya saat memasak. Kalau seseorang masak dengan perasaan dongkol pasti masakaannya tidak enak,’’ jelas pria yang sudah 14 tahun bekerja sebagai koki ini.
Seperti tiga koleganya, Komi Yufran, kepala koki di Grand Hotel juga mengaku alasan  utama menjadi seorang koki adalah karena hobi dan kesukaan terhadap dunia kuliner. Dia juga bukan berlatar belakang pendidikan jurusan boga atau memasak. Dia mengaku pernah kuliah di salah satu  institut seni di Yogyakarta.
Lalu apa yang membuat dirinya betah menjadi koki ? ‘’ Pekerjaan yang baik itu adalah pekerjaan yang kita senangi,’’ ujar bapak satu anak ini. Bagi chef Komi, memasak bukan hannya bekerja, tapi juga meyalurkan hobi. Apalagi masakan yang ada di Indonesia ini sangat banyak. Setipa hari selalu ada menu-menu baru, sehingga dituntut untuk selalu belajar. “Masakan itu tak pernah habisnya, selalu aja ada yang baru, itu nyang membuat saya senang,” jelasnya. (nid/wra)

Source :http://www.jambi-independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=2124:pria-pria-yang-menjadi-koki-profesional&catid=16:keluarga&Itemid=19

Carrefour Cempaka putihCarrefour Indonesia memulai sejarahnya di Indonesia pada bulan Oktober 1998 dengan membuka unit pertama di Cempaka Putih. Pada saat yang sama, Continent, juga sebuah paserba dari Perancis, membuka unit pertamanya di Pasar Festival.

Pada penghujung 1999, Carrefour dan Promodes (Induk perusahaan Continent) sepakat untuk melakukan penggabungan atas semua usahanya di seluruh dunia. Penggabungan ini membentuk suatu grup usaha ritel terbesar kedua di dunia dengan memakai nama Carrefour.

Dengan terbentuknya Carrefour baru ini, maka segala sumber daya yang dimiliki kedua group tadi menjadi difokuskan untuk lebih memenuhi dan memuaskan kebutuhan pelanggan kami.

Penggabungan ini memungkinkan kami untuk meningkatkan kinerja paserba - paserba kami, mendapat manfaat dari keahlian karyawan - karyawan kami di Indonesia dan di dunia, dan mengantisipasi terjadinya evolusi ritel dalam skala nasional dan global.

Fokus terhadap konsumen ini kami terjemahkan dalam 3 pilar utama kami, yang diyakini akan dapat membuat Carrefour menjadi pilihan tempat belanja bagi para konsumen Indonesia. Ketiga pilar utama tersebut adalah sebagai berikut :


  • Harga yang bersaing
  • Pilihan yang lengkap
  • Pelayanan yang memuaskan

photopetaniDi bulan Januari 2008 PT.Carrefour Indonesia berhasil menyelesaikan proses akuisisi terhadap PT. Alfa Retailindo Tbk. Saat ini, Carrefour Indonesia memiliki lebih dari 60 (enam puluh) gerai yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Yogyakarta, Semarang, Medan, Palembang dan Makasar yang didukung lebih dari 11,000 (sebelas ribu) karyawan profesional yang siap untuk melayani para konsumen.

Konsep paserba merupakan konsep perdagangan eceran yang diciptakan oleh Carrefour yang dirancang untuk memuaskan para konsumen. Di Indonesia, terutama di Jakarta, Carrefour, dengan cepat, menjadi suatu alternatif belanja pilihan bagi seluruh keluarga.

Ditambah dengan adanya fasilitas - fasilitas pelengkap seperti snack corner, food court, parkir gratis di paserba - paserba tertentu, bahkan dengan adanya garansi harga dan garansi kualitas, maka paserba Carrefour benar - benar merupakan tempat belanja keluarga.

Carrefour adalah pilihan belanja masa kini dan masa depan bagi konsumen di Indonesia dan di dunia.

Untuk keterangan mengenai Carrefour Internasional silahkan klik http://www.carrefour.com.


Kantor Pusat Carrefour Indonesia:
Jl.Lebak Bulus Raya No.8
Jakarta Selatan - 12310
Telp: (021) 27 58 58 00

Source : http://202.43.163.90/profile.html

Kita dapat mendistribusikan produk-produk kita ke - pasar ...
Pasar Apa yang akan dijumpai di pasar? Kegiatan apa saja yang dilakukan pedagang di sana? Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan muncul di benak kita setiap kali akan mengunjungi suatu pasar. Di pasar, kita akan menjumpai banyak penjual yang menawarkan berbagai macam barang, baik hasil pertanian, maupun hasil industri. Selain itu, kita akan banyak menjumpai orang dengan tujuan berbelanja yang berbeda pula. Dari hanya untuk memenuhi kebutuhannya (mengkonsumsi), untuk dijual kembali (distribusi) sampai untuk diolah kembali kemudian dijual (produksi). Selanjutnya, di antar pembeli dan penjual tersebu sering kali terjadi tawar menawar yang diakhiri dengan transaksi jual beli.
Secara sederhana, definisi pasar selalu dibatasi oleh anggapan yang menyatakan antara oembeli dan pejual harus bertemu secara langsung untuk mengadakan interaksi jual beli. Namun, pengertian tersebut tidaklah sepenuhnya benar karena seiring kemajuan teknologi, internet, atau malah hanya dengan surat. Pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung, mereka dapat saja berada di tempat yang berbeda atau berjauhan. Artinya, dalam proses pembentukan pasar, hanya dibutuhkan adanya penjual, pembeli, dan barang yang diperjualbelikan serta adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli.
Pasar tradisional, Pasar modern, bursa kerja, bursa efek adalah contoh pasar.


Pasar tradisional

Suasana sebuah pasar tradisional di Bogor, Indonesia.
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya. Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar. Beberapa pasar tradisional yang "legendaris" antara lain adalah pasar Beringharjo di Jogja, pasar Klewer di Solo, pasar Johar di Semarang. Pasar tradisional di seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern.

Pasar modern

Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan minimarket.
Pasar dapat dikategorikan dalam beberapa hal. Yaitu menurut jenisnya, jenis barang yang dijual, lokasi pasar, hari, luas jangkauan dan wujud.

Pasar Menurut Jenisnya

Pasar Konsumsi

Pasar Konsumsi menjual barang-barang untuk keperluan konsumsi. Misalnya menjual beras, sandal, lukisan, dll. Contohnya adalah Pasar Mergan di Malang, Pasar Kramat Jati, dll.

Pasar Faktor Produksi

Pasar Faktor Produksi menjual barang-barang untuk keperluan produksi. Misalnya menjual mesin-mesin untuk memproduksi, lahan untuk pabrik, dll.

Pasar Menurut Jenis Barang yang Dijual

Pasar menurut jenis barang yang dijual dapat dibagi menjadi pasar ikan, pasar buah, dll.

Pasar Menurut Lokasi

Pasar menurut lokasi misalnya Pasar Kebayoran yang berlokasi di Kebayoran Lama, dll.

Pasar Menurut Hari

Pasar menurut hari dinamakan sesuai hari pasar itu dibuka. Misalnya Pasar Rebo dibuka khusus hari Rabu, Pasar Minggu dibuka khusus hari Minggu, Pasar Senen dibuka khusus hari Senin, dll.

Pasar Menurut Luas Jangkauan

Pasar Daerah

Pasar Daerah membeli dan menjual produk dalam satu daerah produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar daerah melayani permintaan dan penawaran dalam satu daerah.

Pasar Lokal

Pasar Lokal kayak gaber membeli dan menjual produk dalam satu kota tempat produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar lokal melayani permintaan dan penawaran dalam satu kota.

Pasar Nasional

Pasar Nasional membeli dan menjual produk dalam satu negara tempat produk itu dihasilkan. Bisa juga dikatakan pasar nasional melayani permintaan dan penjualan dari dalam negeri.

Pasar Internasional

Pasar Internasional membeli dan menjual produk dari beberapa negara. Bisa juga dikatakan luas jangkauannya di seluruh dunia.

Pasar Menurut Wujud

Pasar Konkret

Pasar Konkret adalah pasar yang lokasinya dapat dilihat dengan kasat mata. Misalnya ada los-los, toko-toko, dll. Di pasar konkret, produk yang dijual dan dibeli juga dapat dilihat dengan kasat mata. Konsumen dan produsen juga dapat dengan mudah dibedakan.

Pasar Abstrak

Pasar Abstrak adalah pasar yang lokasinya tidak dapat dilihat dengan kasat mata.konsumen dan produsen tidak bertemu secara langsung.Biasanya dapat melalui internet, pemesanan telepon, dll. Barang yang diperjual belikan tidak dapat dilihat dengan kasat mata, tapi pada umumnya melalui brosur, rekomendasi, dll. Kita juga tidak dapat melihat konsumen dan produsen bersamaan, atau bisa dikatakan sulit membedakan produsen dan konsumen sekaligus.

source : http://id.wikipedia.org/wiki/Pasar